Selasa, 11 Februari 2014

I Love Monday


Hari Senin selalu jadi momok bagi kebanyakan orang, terutama di kalangan orang kerja. Hari Senin selalu identik dengan hari yang paling sibuk dan hari yang paling melelahkan. Hari Senin selalu dijadikan kambing hitam bagi sebagian besar orang, alasannya sepele  : Hari Senin adalah hari pertama dimana kita melakukan rutinitas kita kembali setelah kurang lebih dua hari kita melonggarkan otot-otot kita yang tegang  buat ngeladenin kerjaan, rutinitas, dan aktivitas kita yang ga ada habisnya. Ya, weekend yang berjumlah dua hari tersebut bisa kita akui selalu berlalu begitu saja dengan cepatnya, dan ketika kita sadar kalau weeend udah berakhir dan kita harus mengencangkan lagi seluruh otot bahkan urat-urat kita untuk ngeladenin lagi semua rutinitas itu selama 5 hari ke depan tanpa tersadar kita mengumpatnya “I Hate Monday”.
***
Dua hari yang lalu, Hari Minggu, merupakan salah satu hari yang paling bersejarah dalam hidup gue selain hari kelahiran gue sendiri. Mungkin kedengarannya cupu, tapi hari itu gue memutuskan untuk menyatakan perasaan ke cewe yang selama ini gue taksir. Kalau gue inget-inget lagi, mungkin udah sekitar 3 bulan ini gue PDKT sama dia, ya mungkin bagi orang lain 3 bulan itu merupakan waktu yang terlalu lama untuk sebuah pendekatan, tapi bagi gue that was a short time.
Gue adalah tipe orang pemikir, dan kekurangan dari orang pemikir adalah dia harus memikirkan semua kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan peristiwa-peristiwa apa yang akan terjadi sebelum ia mulai melakukan suatu pekerjaan. Mungkin kedengarannya keren seperti orang yang penuh dengan strategi dan perhitungan, tapi pada kenyataannya tidak semua kasus bahkan kejadian dapat ditangani dengan berpikir matang-matang dahulu. Bayangkan ketika seorang masinis yang lagi menjalankan lokomotif dengan kecepatan penuh terus tiba-tiba dia ngeliat di depannya ada orang dan seketika itu juga dia harus segera mengambil keputusan: Mau mengorbankan nyawa satu orang atau mau mengorbankan nyawa semua penumpangnya dengan menarik rem dengan risiko lokomotif dan gerbong-gerbongnya bakal terjungkal; Atau kalau lo tiba-tiba ditodong sama orang dan pisau lipat udah di depan perut lo, seketika itu juga lo harus mengambil sebuah keputusan yang spontan: Mau ngeluarin jurus pamungkasnya Jackie Chan buat ngelawan tu penjahat ato lepas sandal jepit lalu ambil langkah seribu sampai dapet pertolongan. Mungkin kalo lo kelamaan mikir, lo bakal ditemukan tergeletak di jalanan cuma pake kolor, kedinginan, sambil nangis bombay lalu masuk koran lampu merah halaman pertama.Kadang kita harus berpikir dan mengambil keputusan secara cepat sekalipun kita tau ada yang harus dikorbankan dalam keputusan kita itu, dan satu hal yang baru gue sadar setelah kejadian hari itu: Gue terlalu lama berpikir.
***
Minggu siang dengan air hujan yang turun rintik-rintik memang merupakan suasana yang paling pas buat lo bermalas-malasan apalagi buat gue mahasiswa tingkat akhir yang jadwal kuliahnya udah ga sepadat otot Agung Hercules, tapi buat gue hari itu adalah hari gue untuk mengarahkan kapal hati gue untuk berlabuh di hatinya. Siang itu sekitar pukul 2 gue udah janji sama temen-temen gue mau olahraga archery di daerah lembang. Ini pertama kalinya gue archery dan gue udah mengkhayal gue bakal kelihatan keren banget kalo jago archery. Gue udah ngebayangin kalo udah jago nanti mungkin gue bisa kayak Hawkeye dari Avengers atau Legolas dari Lord of the Ring, soalnya kalo ngeliat mereka ngeluncurin panahnya seperti ga butuh keahlian khusus, tinggal tarik busur terus panahnya meluncur dengan gampangnya. Begitu nyampe di tempat archery, gue baru menyadari satu hal: Ekspektasi gue terlalu tinggi untuk sebuah tempat olahraga bernama archery. Tempatnya ternyata cukup kecil dengan bermodalkan sebuah pendopo dan sepetak lapangan rumput yang panjangnya kurang lebih 30 meter untuk menaruh sasaran tembak dan tidak lupa banyak bus parkir disana. Lebih mirip terminal bus yang punya fasilitas mini archery daripada disebut tempat olahraga. Semuanya excited buat nyoba tapi engga dengan gue, meskipun gue penasaran dengan olahraga yang satu ini, saat itu gue punya beban pikiran yang lain “After this, i must do my own archery”, alhasil tampang gue datar abis pas main panahan, meskipun gue berusaha bikin sikap gue sedikit heboh tapi menurut gue, gue lah orang yang paling ga menikmati permainan itu.
Singkat cerita permainan berlangsung liar dan menurut gue kita semua sukses dibikin demam archery sampe ada rencana mau bikin turnamen segala, dan tetep kecuali gue. Sepulang archery, tanpa basa-basi gue langsung cabut ke kosan mempersiapkan hati gue buat archery yang sesungguhnya. Memang untuk mulai melangkah merupakan suatu hal yang berat, terutama dalam masalah cinta, tapi kali ini gue uda bertekad dan gue udah berjanji ke diri gue sendiri apapun yang terjadi hari itu gue harus ngomong ke dia, apapun hasilnya nanti hati gue udah siap.
Akhirnya gue ketemuan sama dia, and we start talk heart to heart meskipun harus ada dua mahkluk yang ngintilin dia dan duduk tepat di sebelah gue dan dia. Ga terlalu banyak yang kita bicarain, kita lebih banyak diam dan lebih banyak berpikir tentang apa yang selama ini terjadi, apa kata hati kita, dan apakah yang kita lakukan udah benar. Meskipun agak sedikit grogi, tapi gue memaksa diri gue untuk menatap mata dia saat gue ngomong, dan saat gue menatap matanya gue ngerasa ada suatu yang berbeda, gue bisa melihat apa yang dia rasakan, gue bisa melihat apa penyesalan dia, dan ketika gue tatap matanya dalam-dalam, gue tahu benar gue makin sayang sama dia. Pembicaraan kali itu diakhiri dengan kata “maaf” dari dia karena ternyata dia masih menyimpan seseorang di dalam hatinya, dan gue hargai itu meskipun dengan berat hati gue harus berkata “Ga apa-apa kok”. Hari itu gue baru menyadari ternyata archery ga segampang dan sekeren yang gue bayangkan.
Jatuh cinta memang bisa membuat orang melakukan apa saja untuk mendapatkan orang yang dia sayang, dan bahkan sampai ada pepatah “Bila sudah jatuh cinta, tai kuda pun terasa coklat”. Bagi orang yang jatuh cinta, banyak hal yang tidak masuk akal yang terjadi dalam kehidupan, mungkin terdengar aneh tapi itulah yang terjadi dengan orang sedang jatuh cinta, hanya dengan membayangkan wajahnya hati kita berdebar-debar, hanya mendengar namanya saja hati kita uda berdebar-debar, dan yang paling kelihatan ga masuk akal bahkan ketika kita melihat rumahnya pun kita bisa berdebar-debar, but that’s happens. Banyak orang yang bilang setelah kita ditolak oleh cewek yang kita taksir bahkan sampe dijauhin rasanya seperti jatuh, ketimpa duren pula, bahkan sampe kena semprot sama yang punya duren, tapi bagi gue itu ga berlaku. Entah kenapa semenjak hari itu, meskipun gue sampai sekarang masih bisa mendengar dengan sangat jelas kata “maaf” dari dia, hati gue sampai sekarang dari hari ke hari berdebar-debar semakin kencang.
***

Bagi sebagian orang, terutama mahasiswa, hari senin tidak selalu menjadi suatu hal yang menyebalkan karena mungkin pada hari senin itulah saat mereka dapt beristirahat karena ga ada mata kuliah di hari senin atau mungkin pada hari senin mereka bertemu dengan meta kuliah yang mereka suka. Seperti yang gue bilang, ketika kita udah mencapai semester akhir kita udah ga lagi sering ketemu sama temen-temen kita, kita akan sibuk dengan kepentingan sendiri-sendiri yang berhubungan dengan kelulusan. Begitupun dengan gue dan dia, kita bakal jarang ketemu karena fasilitas yang namanya “mata kuliah” yang memaksa mempertemukan kita sudah sedikit. Semester ini mata kuliah yang wajib diambil jatuh pada Hari Senin , dan pada Hari Senin itu juga ada mata kuliah pilihan yang membuat gue sama dia duduk di kelas yang sama. Mungkin itu salah satu penyebabnya mengapa gue sangat menanti-nantikan hari Senin melebihi weekend. I love Monday because you there in that room, i love Monday because i can sit next to you, i love Monday because in that class i can look to your eyes and falling in love again with you.

New Semester, New Life


 
                Ini adalah post pertama gue sejak entah berapa lama blog ini terbengkalai dan pada akhirnya berdebu, mungkin sekitar dua atau 3 tahun. Berbagai kejadian dan pengalaman selama gue kuliah baik manis atau pahit udah gue alami, dari yang bisa bikin gue nangis sampe yang bisa bikin gue boker-boker. Pagi ini begitu gue bangun tidur kuterus mandii, tidak lupa menggosok gigi.. (Guerasa mending gue berenti nyanyi sebelum si bibi yang lagi masak di dapur pingsan ngedenger suara gue). Oke kita balik lagi, pagi ini ketika gue ngeliat laptop hal yang terlintas pertama kali di benak gue adalah “Gue pengen nulis lagi”. Dalam kehidupan kita banyak kejadian yang membekas di pikiran kita, bahkan di hati kita dan ada banyak juga cara orang untuk mengabadikannya misalnya dengan foto, video, atau rekaman walkman (buset taon berapa itu ya?), tapi bagi gue, gue memilih cara ini untuk mengabadikan kisah itu yaitu dengan menulis. Meskipun kelihatannya repot tapi gue suka proses saat kita menulis tentang kejadian yang udah kita lewati, kita dipaksa untuk membuka lagi memori lama kita dan mulai masuk ke dunia khayalan sekaligus membayangkan apa yang terjadi pada saat itu sedetil mungkin, ya mungkin tepatnya seperti masuk ke mesin waktu and i really enjoy it.

Sekarang gue uda masuk ke semester 8, ya berarti sekarang gue adalah mahasiswa tingkat akhir. Hal yang pertama kali orang bilang kalo seandainya tau kalo kita udah semester 8 adalah “Wah berarti semester terakhir dong?!” atau “Wah cepet banget ya, ga berasa kamu bentar lagi udah mau lulus, padahal rasanya baru kemaren kamu masuk kuliah.” atau engga “Semester 8? Kapan wisuda?”; PENGEN GUE TOMBAK SEMUANYA. Bagi gue yang lulusnya entah berapa semester lagi, pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan hal yang paling menjengkelkan karena tiap kali pertanyaan-pertanyaan itu muncul gue harus ngejelasin kenapa gue lulus lebih dari 8 semester ato kalo gue lagi males gue akan ngejawab sekenanya aja “Engga, masih nambah semester”.

Satu hal yang gue sadari, saat kita udah masuk semester akhir mata kuliah yang kita ambil akan semakin sedikit dan itu berarti waktu  yang kita habiskan dengan classmate kita juga semakin sedikit. Bagi gue sendiri, gue emang memanfaatkan semester ini untuk ngulang mata kuliah yang nilai akhirnya masih di bawah standar, alhasil temen-temen gue sekarang kebanyakan angkatan bawah karena gue harus satu kelas dengan mereka, dan yang lebih parahnya lagi GUE SATU KELAS DENGAN ADE GUE (FYI: Ade kuliah ngambil jurusan yang sama kayak gue). Ya, emang malu sih, tapi itu udah risiko yang harus gue ambil, gue harus tanggung jawab kuliah sampe selesai.
Biasa bertemu dan  dengan orang yang sama selama kurang lebih 3 tahun membuat kita juga menjadi merasa biasa aja ketemu sama mereka. Terlalu biasa dengan suatu hal membuat kita kadang lupa betapa berartinya hal tersebut sampai kita benar-benar kehilangannya, begitu pun dengan orang yang mungkin tadinya kita anggap biasa aja, bisa jadi ketika kita uda ga barengan lagi dengan mereka atau mulai menjauh dari kita, hati kita mulai berbicara “Aku kehilangan kamu”.